SUKU KAMORO –
PAPUA
BAB I
PENDAHULUAN
Suku Kamoro merupakan salah satu
suku di Kabupaten Mimika Papua atau sekarang dikenal dengan nama Irian Jaya.
Suku Kamoro adalah suku yang cukup terkenal, dan memiliki daya tarik akan
kebudayaannya yang unik salah satunya dalam seni ukir patung.
Warisan budaya yang telah dilestarikan sejak zaman
nenek moyang dari suku Kamoro yang masih terjaga, karena mereka sangat
berpegang teguh akan harta yang sarat nilai ini yaitu kebudayaan suku Kamoro.
Di daerahnya suku Kamoro adalah
kelompok adat yang mediami sepanjang persisir selatan Papua di kawasan ujung
timur Indonesia. Dari segi bahasa, suku Kamoro masih bersaudara dengan suku
Asmat.
|
Gambar 2. Suku Kamoro dengan Pakaian seperti sekarang |
BAB II
SEJARAH /
ASAL USUL
SUKU
KAMORO
Asal-usul mengenai
suku Kamoro sendiri disetiap wilayah memiliki cerita yang berbeda-beda, tidak
ada arti yang jelas mengenai kata Kamoro, namun berdasarkan cerita kata Kamoro
berasal dari hewan atau binatang komodo. Menurut masyarakat Kamoro, mereka
berasal dari daging hewan yang dibunuh dan dipenggal-penggal oleh nenek moyang
mereka dan kemudian daging tersebut berubah wujud menjadi orang
Kamoro. Ada versi lain, hukum adat Kamoro mulanya berasal dari Udik
Sungai Kamoro, yang kemudian menyebar luas memenuhi sepanjang pantai Barat Daya
Irian Jaya, yaitu Potowaiburu hingga ke sungai Otakwa.
Namun ada suatu
cerita yang disalin oleh seorang penelti bernama Stefanus Rahangiar, suku
Kamoro berasal dari komodo yang terletak di sungai Binar di bagian Timur daerah
Mimika. Cerita ini bermula dari, ditemukannya sebutir telur oleh seorang anak
kecil di tepi pantai. Kemudian sianak membawa kerumahnya dan dirawatnya. Selang
beberapa hari kemudian telur tersebut menetas. Tetasan tersebut adalah
seekor Komodo . Hari kehari, komodo tersebut tumbuh besar dan dewasa. Komodo
yang besar tersebut, diluar dugaan memakan seluruh penduduk dikampung tersebut,
yang tersisa hanya seorang ibu yang tengah hamil.
Setelah memakan
penduduk, Komodo itu beristirahat di sebuah pulau dengan Sungai Binar. Pada saat
itu, Ibu tersebut melahirkan seorang anak laki-laki yang segera tumbuh menjadi
seorang pemuda yang dewasa. Di sini anak tersebut mendengar cerita dari Ibunya
tentang kejadian yang menimpa keluarganya. Maka timbul niat dari anak ini untuk
balas dendam. Ibu itu bernama Mbirokateya sedangkan anaknya bernama
Mbirokateyau. Dalam upaya membunuh hewan Komodo, Mbirokateyau mendapat petunjuk
dari para leluhurnya lewat mimpi. Mimpi ini mulai dijalankannya dengan
mendirikan empat buah rumah berturut-turut, dari arah tepi pantai ke bagian
darat. Rumah pertama(Kewa Kame), rumah kedua(Tauri Kame), rumah ketiga(Kaware
Kame) dan rumah keempat(Ema Kame). Dalam Rumah sianak sambil memukul tifa dan bernyanyi seakan-akan sedang
berpesta. Hal ini dilakukan untuk memberi perhatian kepada Komodo tersebut, situasi
ini mengundang Komodo. disaat hewan itu memporak-porandakan rumah, maka
peralatan yang digunakan untuk menghujani tubuh hewanlah yang telah menyelamatkan sianak dari rumah kedua sampai rumah keempat, dan akhirnya Komodo
ini mati terimpa alat-alat perang. Kemudian sianak memotong dagingnya menjadi
empat bagian dengan ukuran yang sama besar dan melemparkannya ke empat penjuru
mata angin. Lemparan pertama kebagian Timur sambil berkata Umuru we yang
kemudian dipercaya telah menjadi orang Asmat di Merauke. Lemparan kedua
diarahkan kebagian Barat sambil berkata Kamoro we dan akhirnya tercipta manusia
suku Kamoro. Lemparan ketiga ke arah Utara yang akhirnya tercipta orang
pegunungan dan lemparan keempat diarahkan ke bagian Selatan sambil berkata
Semopano we, yang akhirnya menjadi suku Sempan di Timika.
Ada juga cerita
lain menurut Bapak Frans Moperteyau yang berasal dari Keakwa yang menyatakan
bahwa orang Kamoro mula-mula bertempat tinggal di pulau yang bernama Nawapinaro
yang terletak dibagian timur daerah Mimika. Suatu saat dilaksanakan pesta adat
Karapao adalah tauri yang merupakan pesta inisiasi bagi anak-anak yang hendak
memasuki masa remaja(dewasa). Menurut adat yang mengikuti pesta harus memiliki
orang tua dan sanak saudara sebagaimana syarat-syarat pesta adat tersebut. Diantara
orang-orang itu, ada 2 orang kakak beradik yaitu Aweyau dan Mimiareyau, yang
hidup dalam pemeliharaan wali orang tuanya. Sehingga mereka tidak diperkenankan
mengikuti pesta adat tersebut. Hal ini menimbulkan rasa cemburu dan muncul ide
untuk membuat keributan pada saat pesta berlangsung. Mereka berdua mengenakan
topeng setan untuk menakut-nakuti orang yang sedang berpesta. Peserta pesta
adat yang melihat itu, kemudian melarikan diri menuju arah barat dengan
menggunakan perahu, kemudian menempati sungai-sungai yang kini merupakan daerah
Mimika dari bagian timur hingga ke bagian barat jauh yang sekarang sudah
menjadi batas wilayah Kamoro.
Berdasarkan sejarah
suku Kamoro tinggal di sepanjang pantai dan dekat dengan sungai, tidak mengenal
sistem pertanian sehingga mereka kembali kepada kehidupan mereka sebagai
nelayan dan hidup berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain
(nomaden) . Mereka memiliki semboyan, yaitu 3S (sungai,sampan,sagu). Sungai
merupakan salah satu arus utama aktivitas suku Kamoro, sehingga mereka
membutuhkan sampan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Rasa sosial kuat yang
dimiliki oleh suku ini membuat masyarakat Kamoro selalu berbagi dengan
sesamanya. Selain menjadi nelayan suku Kamoro juga suka berburu hewan di hutan.
BAB III
TRADISI SUKU KAMORO
Dalam suku Kamoro Perkawinan mempunyai arti
yang sangat mendalam, tidak hanya bagi individu yang kawin, tetapi juga lebih
dari itu menyangkut harga diri, kehormatan, martabat keluarga atau kerabat.
Dalam suku kamoro mempunyai larangan yaitu ada hubungan darah, melangkahi
saudara yang lebih tua. Nilai yang terkandung dalam tradisi ini adalah mengenai
ikatan persaudaraan antara suku Kamoro harus saling menghormati sesame saudara.
Adapun Upacara Adat yang dilakukan oleh
suku Kamoro adalah Upacara Pendewasaan (inisiasi) atau Upacara Karapao, Upacara
Penobatan Kepala Suku, Upacara Pembuatan Mbitoro. Suku kamoro mempunyai
beberapa bentuk rumah tradisional, yang diberi nama KAPIRI KAME.
Kapiri adalah alat penutup rumah (atap) yang menjadi rumah tradisional
suku kamoro. Kapiri dibuat dari daun pandan hutan yang kuat, lebar dan panjang.
Suku kamoro mempunyai seni ukir yang cukup
tinggi nilainya. Motif-motif seni ukir didasarkan pada pengalaman sejarah. Mbitoro
merupakan ukir-ukiran khas suku Kamoro yang menjadi dasar dari jenis
ukir-ukiran. Ote kapa adalah seni ukir yang berbentuk tongkat dan biasanya di
gunakan oleh orang yang sudah lanjut usia. Yamate adalah seni ukir yang dibuat
dari beberapa tingkat sesuai dengan tingkat tinggi orang yang memakainya.
Biasanya dibuat empat tingkat yang semuanya bermotif bagian- bagian tubuh
buaya.
Seni tari dan seni suara oleh suku Kamoro
dijadikan sebagai bahan media dalam berbagai pesta untuk segala kepentingan.
Orang yang memiliki keahlian menyusun syair dan mendendangkannya disebut
“bakipiare”. Bakipiare sangat peka dalam memperoleh ilham dari keadaan alam
sekitarnya. Adapun syair biasa diiringi alat-alat musik yang digunakan adalah
tifa (eme) dan kaiyaro (alat musik dari bambu). Kaiyaro ini biasa dibunyikan
dalam pesta adat karapao.
Gambar 3. Upacara adat Kaiyaro |
Gambar 4. Pakaian adat suku Kamoro |
BAB IV
KESIMPULAN
Beragam budaya dan suku tersebar diberbagai
wilayah di Negara kita yang harus kita ketahui dan lestarikan agar tetap
terjaga dan lestari, karena budaya adalah harta yang tak ternilai harganya.
Dapat kita pelajari banyak sekali pelajaran yang didapatkan dari suku Kamoro,
dimana rasa persatuan memang harus kita jaga agar terjalin ikatan yang kuat
yaitu ikatan persaudaraan antar sesama, saling bergotong-royong membangun sebuah
kehidupan yang damai. Tetap menjaga seni,tradisi, dan budaya nenek moyang dan
berpegang teguh kepadanya. Membuat kita dapat memilah sesuatu agar budaya tidak
tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin pesat. Antara alam dan suku
bangsa Kamoro saling timbale balik, dan saling menjaga satu dengan yang lain
agar tetap terjaga kelestarian lingkungan dan menimbulkan rasa aman antara
keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
International Institute Research Culture Society Aand
Natural Protection (IRCSNP). Sabtu, 12 Juli 2008. Analisa Budaya Papua
"Suku Kamoro".
Makanaipetu,
Kal Muler Benediktus. 2005. In Between (Just an ordinary
jurnal) Legenda Mapurupuau Kamoro.
0 komentar:
Posting Komentar