Minggu, 23 November 2014

Manusia Sebagai Makhluk Sosial


MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

BAB I

A. Manusia sebagai Makhluk Sosial



Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup dengan sendiri. Manusia diciptakan oleh ALLAH SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Di dalam kehidupannya manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Hal ini merupakan salah satu kodrat manusia yang selalu ingin berhubungan dengan manusia lain.

Kita tidak bisa seenaknya melakukan hal-hal menurut keinginan kita sendiri itu karena kita adalah makhluk sosial. Hidup tanpa bantuan dari orang lain tidak akan bisa berjalan dengan baik dan tidak akan bisa tercapai. Sering kita lihat dan mungkin kita alami betapa sulitnya kita tanpa ada teman yang bisa membantu dan menemani kita, kita tidak akan bisa berinteraksi dan bersosialisasi. Makhluk individu dan makhluk sosial sangat berkaitan erat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, betapa pentingnya peranan masyarakat di sekitar kit

B. Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Secara kodrat, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga tercipta sebuah kehidupan yang damai. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak.

Dengan bantuan orang lain, manusia bisa makan menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensinya kemanusiaannya. Seseorang memiliki sikap sosial apabila ia memperhatikan atau berbuat baik terhadap orang lain.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap sosial merupakan beberapa tindakan menuju kebaikan terhadap sesamanya. Selain itu, Manusia dikatakan sebagai mahkluk sosial karena pada diri manusia ada dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan mencari kawan. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain, sering kali didasarkan kepentingan dan persamaan ciri.

Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai mahkluk sosial dengan beberapa alasan, yaitu:

· Ada dorongan untuk berinteraksi.
· Manusia tunduk pada aturan norma sosial.
· Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan satu sama lain.
· Potensi manusia akan benar-benar berkembang apabila ia hidup ditengah-tengah manusia.

Pengertian Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya.

Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial. Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.

Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Sosial menurut para Ahli:

Menurut KBBI : Makhluk social adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain. 
Menurut Elly M. Setiadi : Makhluk social adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bias melepaskan diri dari pengaruh orang lain. 
Menurut Dr. Johannes Garang : Makhluk social adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri. 
Menurut Aristoteles : Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. 
Menurut Liturgis : Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama. 

C. Karakteristik Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Telah berabad-abad konsep manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitik beratkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Dimana memiliki unsur-unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:

a. Dorongan untuk makan
b. Dorongan untuk mempertahankan diri
c. Dorongan untuk melangsungkan jenis

Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai seorang makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang saling ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peran oleh manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari:

1. Penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.

2. Penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga terjadi didalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.

Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya.


BAB II

A. Suku jawa dalam bersosialisasi

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jawa, Jawa krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di negara Suriname, Amerika Tengah karena pada masa kolonial Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa Suriname.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Orang Jawa jarang sekali yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, mereka lebih banyak menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

B. Budaya Jawa

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname.

Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[6] Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.

C. Kepercayaan


Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik serta sebagian Animisme. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula filsafat suku Jawa yang disebut sebagai filsafat Kejawen.[7] filsafat ini berbeda dengan Taoisme dan Konfusianisme yang tidak memeluk agama tertentu, kejawen merupakan filsafat yang memperbolehkan bahkan menganjurkan untuk memeluk agama. ada pula kaum Abangan yang nominal menganut islam namun dalam praktiknya masih banyak terpengaruh animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa dikarenakan memiliki filsafat kejawen yang dianggap sebagai pengontrol dan melindungi jatidirinya sebagai Orang Jawa.

D. Profesi

Mayoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani. Sedangkan di perkotaan mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan, pedagang, usahawan, dan lain-lain. Masyarakat Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, masyarakat Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, Amerika Serikat, dan Eropa. Orang Jawa juga banyak yang menjadi pengusaha Jawa terutama di Jateng, DIY dan Jatim.

E. Stratifikasi Sosial

Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.

F. Seni
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.



0 komentar:

Posting Komentar